Senin, 09 April 2012

Gangguan Kepribadian dan Penjelasan tentang gangguan Kepribadian Narsistik

Gangguan kepribadian atau watak hakikatnya dibedakan dari gangguan-gangguan mental lain karena gangguan-gangguan ini di sebabkan oleh kekurangan pada struktur kepribadian dan bukan pada fungsinya. Cacat struktural itu adalah pola tingkah laku tidak mampu menyesuaikan diri yang berlangsung lama dan cirinya ialah memperlihatkan ganguan tingkah laku itu sendiri dan bukan pengalaman kecemasan.
Ada 3 faktor yang memisahkan orang-orang yang mengalami gangguan kepribadian.
  1. Orang yang mengalami gangguan kepribadian menggunakan tingkah laku yang sama secara terus-menerus.
  2.  Orang yang mengalami gangguan kepribadian akan memprlihatkan tingkah laku yang lebih ekstrim.
  3. Orang yang mengalami gangguan kepribadian itu menderita masalah-masalah yang berat dan berlangsung lama.

Selanjutnya akan membahas tentang tiga kelompok utama gangguan kepribadian yang terjadi secara umum di dalam masyarakat. Tiga kelompok gangguan kepribadian yaitu :
  • gangguan pola kepribadian
    kelompok ini meliputi type utama kepribadian dimana ketidak kemampuan meyesuaikan diri dalam tingkah laku abnormal. Gangguan pola kepribadian adalah gangguan-gangguan berat yang memberikan sedikit kemampuan kepada indifidu untuk menangani situasi yang menekan. Contoh ganguan pola kepribadian adalah :
    1. gangguan paranoid
    2. gangguan skizoid
    3. gangguan skizopital dan
    4. gangguan kepribian perbatasan
  • gangguan sifat kepribadian
    gangguan sifat kepribadian dianggap sebagai fiksasi pada taraf penyesuaian diri yang lebih dini dengan melebih-lebihkan pola tingkah laku tertentu atau sebagai akibat dari pola regresi dala menghadapi stres. Gangguan sifat kepribadian meliputi :
    1. gangguan kerpibadian pasif-agresif,
    2. gangguan kerpibadian obsesif-kompulsif
    3. gangguan kerpibadian menghindar
    4. gangguan kerpibadian dipenden
    5. gangguan kerpibadian histrionik
    6. gangguan kerpibadian narsistrik
    7. gangguan kerpibadian sadistik
    8. gangguan kerpibadian yang merusak diri sendiri
  • gangguan kepribadian anti sosial
    gangguan kepribadian anti sosial biasanya disebut sebagai orang yang psikopat atau sosiopat, pengertian dari gangguan kepribadian antisosial itu sendiri adalah orang yang tidak memiliki kemantangan emosi, kurang memiliki pertimbangan, dan rasa tanggung jawab, tidak mampu menilai akibat dari tingkah laku.
Untuk pembahasan selanjutnya akan membahas gangguan kepribadian narsistik. Agar lebih memehami tentang penjelasan dan penanganan yang lebih terperinci tentang gangguan kepribadian narsistik.

GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

Nama gangguan ini berasal dari legenda Yunani Narcisscus, seorang anak muda yang merasa jatuh cinta dengan bayangannya di kolam. Meskipun orang-orang dengan gangguan tersebut mengharapkan orang lain memuji dan memenuhi keinginan mereka. Orang yang mengalami gangguan ini merasa jika dirinya begitu istimewa. Mereka memiliki penghargaan yang berlebih, terhadap kehidupan mereka sendiri, dan orang yang mengalami gangguan ini merasa iri dan kesal terhadap orang yang lebih cantik, lebih sukses, atau lebih cerdas. Orang yang memiliki gangguan kepribadian narsistik mereka sibuk mengarahkan diri untuk meraih tujuan mereka sendiri dan memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan hal yang diinginkannya.

Para teoritikus kognitif-prilaku (Beck dkk.,2004) berpendapat bahwa orang dengan gangguan kepribadian narsistik berpegang pada gagasan ketidakmampuan menyesuaikan diri sendiri, termasuk bahwa mereka adalah orang yang luar biasa yang pantas diperlakukan jauh lebih baik dari manusia biasa. Mereka kurang perhatian atau pengertian terhadap perasaan orang lain karena mereka menganggap diri mereka lebih tinggi dari orang lain.

Terapi yang digunakan dalam penyelesaian dari masalah gangguan kepribadian narsistik adalah menggunakan metode pendekatan psikodinamika. Pendekatan psikodinamika ini dalam menangani orang dengan gangguan kepribadian narsistik didasari oleh perspektif bahwa mereka kurang mengalami penghargaan masa kanak-kanak untuk prilaku positif mereka. Terapi dimaksudkan untuk menyediakan perbaikan pengalaman selama masa perkembangan dengan menggunakan empati untuk mendukung pencarian klien dalam pengenalan dan penghargaan, tetapi diwaktu yang bersamaan berusaha untuk membimbing klien terhadap penghargaan yang lebih realistis.


SUMBER :
Semium OFM , Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius
Halgin, Richard P. & Whitbourne, Susan Krauss. (2009). Psikologi Abnormal. Jakarta : Salemba Humanika.

Sabtu, 07 April 2012

Cerpen Belajar dari Ali dan Fatimah

Ini adalah sebuah cerita tentang cinta. Apapun yang dibicarakan tentang cinta. sampai saat ini masih jadi favorit kalangan masyarakat. cinta pada pasangan, cinta pada kedua orang tua, dan masih banyak cinta yang akan timbul.

Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta. Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut disekitar kita saat ini Walaupun bukan tidak ada.. barangkali, kita saja yang tidak mengetahui saking rapatnya dikendalikan.

Tapi, kebanyakan justru yang tampak ke permukaan adalah yang justru seharusnya tidak kita contoh Kekurangan teladan? Mungkin..

Dan inilah fragmen dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah tentang membingkai perasaan dan Bertanggung jawab akan perasaan tersebut “Bukan janj-janji”

Kisah pertama ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan! ‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta.
Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.. Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..” ”Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ”Entahlah..” ”Apa maksudmu?” ”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi,
dalam suatu riwayat dikisahkan
bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada ‘Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kisah ini disampaikan disini,
bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an
Kisah ini disampaikan
agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah
bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi
dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu
Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba.


Belajar dari Ali dan Fatimah
oleh Ikha' Rosedhyan pada 09 Oktober 2010 jam 20:04

KEPRIBADIAN

Pengertian kepribadian
  • Kepribadian secara umum
    Personality atau kepribadian berasal dari kata “personal”, yang berarti topeng. Istilah ini diadopsi dari istilah orang Roma dan mendapatkan konotasi yaitu “sebagaimana seseorang nampak dihadapan orang lain”. Topeng disini merujuk pada orang-orang Roma yang sering bermain sandiwara di zaman Romawi.
  • Kepribadian menurut George Kelly
    Sedangkan menurut George Kelly yang memendang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman hidupnya.
  • Kepribadian menurut Gordon W.Allport
    Gordon W.Allport menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikosofik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungannya.
Kesimpulannya adalah kepribadian dapat brubah-ubah seperti topeng, dimana disesuaikan oleh beberapa faktor yang dapat membentuk kepribadiannya itu sendiri. Salah satu faktor yang teah disebutkan adalah faktor lingkungan yang serta merta dapat mempengaruhi kepribadian seseorang.


Pembentukan kepribadian
Pembentukan kepribadian dapat digambarkan dengan sebuah segitiga yang saling berhubungan. Penjelasan tentang segitiga tersebut adalah :

  • Gen/Biologi
    Menurut Atikson, ketika bayi lahir ia membawa potensialitas tertentu. Seperti karakteristik fisik, contohnya adalah warna mata, warna rambut, bentuk tubuh, bentuk hidung serta karakter fisik yang lainya. Semua itu terjadi pada dasarnya ditentukan pada saat konsepsi (pertemuan antara sel telur dan sperma). Intelegensi dan kemampuan tertentu atau bakat dalam beberapa hal juga tergantung pada hereditas/faktor biologi/gen.
  • Pola Asuh
    Pola asuh juga dapat memengaruhi pembentukan kepribadian. Ada beberapa peneliti yang meneliti tentang anak kembar identik yang dipisahkan atau dengan kata lain berbeda secara pola asuh. Kedua anak kembar ini meski secara biologis sama atau hampir sama secara fisik ketika mereka dibesarkan dalam pola asuh yang berbeda, mereka pun memiliki kepribadian yang berbeda pula.
  • Live event/pengalaman hidup
    Faktor lain yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian adalah pengalaman hidup atau hasil hubungan individu terhadap lingkungannya. Setiap orang bereaksi terhadap tekanan sosial dengan caranya sendiri. Kembali pada penelitian anak kembar identik yang dipisahkan, selain pola asuh yang berbeda anak kembar identik yangdipisahkan juga mengalami pengalaman hidup yang berbeda. Dari sinilah diketahui bahwa pengalaman hidup juga dapat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian.


    Kepribadian itu sendiri dapat dilihat dari 3 komponen yang saling berkaitan. Komponen-komponen tersebut adalah :
    1.    Kognisi (pikiran)
    2.    Afeksi (emosi/perasaan)
    3.    Aksi (perilaku) 

sumber :
Riyanti, B.P.Dwi & Prabowo, Hendro. (1998). PSIKOLOGI UMUM 2. Jakarta : Gunadarma.
materi kuliah Psikologi Klinis yang diberikan oleh Pak Felix Lengkong.